Monday, March 26, 2012

Harmonis; orangtua dan anak

Sepasang lelaki berumur dan lelaki muda , aku memapasi mereka tiap pagi, di jam dan tempat yang hampir sama, di gang menuju slipi jaya, atau belokan gangnya. Dengan kostum olahraga, berjalan cepat beriringan, sesekali ngobrol. Di masing-masing tangan mereka menenteng kantong plastik. Terkadang kalo plastiknya bening keputihan, terlihat isinya sayuran mentah. Terkadang kantong plastiknya hitam, tak terlihat isinya, hhe.

Mari kita berimajinasi bersama. Sepasang lelaki ini dilihat dari bentuk wajahnya, bapak-anak aku kira. Mereka senantiasa melewatkan pagi bersama dengan jogging dengan jadwal harian yang tetap. Maka logis saja ketika aku bertemu mereka tiap pagi di tempat dan waktu yang tak berjeda jauh. Aku berangkat ke kantor dengan jadwal, pun mereka pergi jogging dengan jadwal. Yaha, begitu seterusnya tiap paginya. Sesampainya di rumah, mereka akan masak bersama (terlihat dari kantong sayurnya), dan kemudian sarapan bersama.

Harmonis, itu yang kutangkap dari pemandangan yang sebenarnya 'biasa' ini. Di usia lelaki muda -sekitar menuju tigapuluhan kukira-, ia setia menemani sang ayah olahraga pagi. Dan perbincangan mereka, terlihat asyik. Padahal itu mereka lakukan tiap pagi (aku tidak menjamin kalo ada pagi yang terlewat), tanpa bosan. Tidak semua anak bisa melakukan ini, entah karena keadaan yang tidak memungkinkan, entah karena ketidakmauan.

Lalu aku, aku ingat orangtuaku. Kemungkinan aku bisa membersamai mereka di usia senjanya begitu kecil (terlepas apakah maut menjemputku dulu atau belakangan). Pekerjaanku, menuntutku bersedia bertugas dimana saja, dan aku sudah menyanggupinya dulu, sejak aku masuk kuliah. Resign, bisa saja, tapi bukankah aku akan tinggal dimana, tergantung dimana suamiku (*eh) bertugas.

Ya Allah, dimanapaun dan dalam keadaan apapun, aku hanya bisa menitipkan mereka pada-Mu... Ampuni mereka, bimbing mereka, berikanlah ketenangan dihati mereka, sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangiku semenjak kecil.. Kabulkan ya, Rabb..


Wednesday, March 21, 2012

Inisiatif Berbuat Kebaikan


  gambar dari sini

"Eh, Te.. Tau gak mukena-mukena ini gimana nyucinya?" tanyanya selepas shalat ashar berjamaah.

Eh? Aku bengong. Mikir. Maksudnya mungkin menanyakan siapa dan bagaimana prosedur penyucian mukena-mukena masjid itu. Aku masih bengong. Ini lebih kepada perasaan 'oh iya ya.. kok aku gak tau. Aku lebih dahulu masuk di kantor ini daripada mbak2 yang menanyaiku tadi. Dan selama ini, tentang mukena-mukena kotor itu, kubatin saja bagaimana mencucinya, tanpa bertindak.

"Duh, gimana ya, mbak.. Aku juga gak tau je" jawabku sedikit kelimpungan.

Di tengah-tengah kami menyortir mukena-mukena kotor itu, seorang ibu menyodorkan selembar rupiah biru sambil mengatakan, "Mau dilaundry kan, mbak?",

Aku makin takjub. Bukan semata-mata lembar uang yang dikasih ibunya. Tapi karena kesimpulan yang kupaksakan sendiri :D. Bahwa satu kebaikan dan kebaikan lain itu saling terkait. Coba seandainya si mbak tadi tidak berinisiatif berbuat kebaikan, hanya membatin saja sepertiku, maka si ibu juga tidak akan berbuat kebaikan dengan menginfakkan uangnya untuk laundry. Mendapatkan ini, aku senyumsenyum sendiri.. :D

Semangat berbuat baik, kawan.. :)